Pelanggaran HAKI
Kasus mengenai pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dalam bidang musik.
PT EMI Indonesia perusahaan rekaman menghadapi tuntutan hukum yang diberikan oleh seorang musisi dan pencipta lagu, atas dugaan pelanggaran hak cipta, Bapak Kohar Kahler, musisi dan pencipta lagu, menuding perusahaan tersebut telah memperbanyak lagu ciptaan beliau, tanpa izin dari beliau sebagai pemegang hak cipta. Kemudian gugatan itu dilayangkan melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Dalam gugatannya, Bapak Kohar menuntut EMI Indonesia untuk menghentikan kegiatan peredaran lagu-lagu karya beliau antara lain lagu Tiada Lagi dan Hilang yang dinyanyikan penyanyi Mayang Sari. Selain itu, Bapak Kohar juga menuntut EMI Indonesia untuk membayar ganti rugi Rp599,062 juta, yang merupakan ganti rugi materiil dan immateriil yang diklaim Bapak Kohar, yang telah dideritanya karena kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan sebagai pencipta lagu.
PT EMI Indonesia, katanya tidak pernah berhubungan secara langsung dengan Bapak Kohar.
Bapak Kohar menyebutkan EMI Indonesia membeli master yang sudah jadi dari satu perusahaan, yang telah menyelesaikan kewajibannya dengan Bapak Kohar. Akan tetapi, sambungnya, karena telah memasuki proses persidangan, pihaknya akan mengikuti persidangan itu dan meminta waktu kepada majelis untuk menyerahkan bukti-bukti dokumen mengenai pembelian master dari perusahaan lain itu. Persengketaan antar kedua pihak berawal dari Bapak Kohar yang merasa haknya sebagai pemegang hak cipta telah dilanggar oleh perusahaan rekaman tersebut. Bapak Kohar menuding EMI Indonesia telah memperbanyak lagu ciptaannya tanpa izin dari Beliau.
Pasal yang dilanggar :
(saya juga masih ragu ragu bang, mudah mudah an bener *insyaAllah* menurut siti mah bang yang pasal 49 ayat 1, 2, dan 3)
isi pasal 49 ayat 1, 2 dan 3 :
(1) Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang
tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara
dan/atau gambar petunjukannya.
(2) Produser Rekaman Suara memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau
melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan
karya rekaman suara atau rekaman bunyi.
(3) Lembaga Penyiaran memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang
pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, dan/atau menyiarkan
ulang karya siarannya melalui transmisi dengan atau tanpa kabel, atau melalui sistem
elektro-magnetik lain.
Hukuman :
(menurut Pasal 72 ayat 1 dan 5)
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp l.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(5) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp l50.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Analisa :
Entahlah saya juga bingung, sebenernya siapa yang salah, tapi untuk perhatiannya, kita jangan sampai seperti itu.Semestinya aturan-aturan dalam pengerjaan untuk memperbanyak lagu-lagu dipertegas dengan surat-surat yang menjamin perusahaan mendapat izin pencipta lagunya. Hal ini harus menjadi pelajaran bagi banyak pihak yang mungkin berkutat dengan hal seperti ini, supaya pihak-pihak yang terlibat dapat menguntungkan satu sama lain. Disamping itu, akan berjalannya keseimbangan antara hak dan kewajiban masing-masing.
(weiss)
Seperti yang kita ketahui menegenai kasus Prita Mulyasari yang merupakan kasus pelanggaran terhadap UU ITE yang mengemparkan televisi televisi kita Indonesia, khususnya di Indonesia. Hampir berbulan-bulan kasus ini mendapat sorotan dari mata mata masyarakat lewat media elektronik, media cetak dan jaringan sosial seperti facebook dan twitter.
Prita Mulyasari adalah seorang ibu rumah tangga, mantan pasien Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra Tangerang. Saat dirawat di Rumah Sakit tersebut Prita tidak mendapat kesembuhan namun penyakitnya malah bertambah parah *aneh yah*. Pihak rumah sakit tidak memberikan keterangan yang pasti mengenai penyakit Prita, serta pihak Rumah Sakitpun tidak memberikan rekam medis yang diperlukan oleh Prita. Kemudian Prita Mulyasari mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut melalui surat elektronik yang kemudian menyebar ke berbagai mailing list di dunia maya. Akibatnya, pihak Rumah Sakit Omni Internasional marah, dan merasa dicemarkan.
Lalu RS Omni International mengadukan Prita Mulyasari secara pidana. Sebelumnya Prita Mulyasari sudah diputuskan bersalah dalam pengadilan perdata. Dan waktu itupun Prita sempat ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang sejak 13 Mei 2009 karena dijerat pasal pencemaran nama baik dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kasus ini kemudian banyak menarik, menyedot dan menghisap (sama aja) perhatian publik yang berimbas dengan munculnya gerakan solidaritas “Koin Kepedulian untuk Prita”. Pada tanggal 29 Desember 2009, Ibu Prita Mulyasari divonis Bebas oleh Pengadilan Negeri Tangerang.
pasal yang dilanggar :
Kasus di atas merupakan kasus mengenai pelanggaran Undang-Undang Nomor 11 pasal 27 ayat 3 tahun 2008 tentang UU ITE. Dalam pasal tersebut tertuliskan bahwa: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan /atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik.”
hukuman :
ancaman penjara selama 6 tahun dan denda sebesar Rp. 1 Miliyar
hasil analisa :
Kasus Prita ini seharusnya kita jadikan pelajaran untuk melakukan intropeksi diri guna memperbaiki sistem hukum dan Undang-undang yang banyak menimbulkan perdebatan dan pertentangan. Selain itu seharusnya pihak membuat undang-undang hendaknya lebih jelas dan lebih teliti dalam memberikan sanksi sesuai dengan aturan dalam UU yang berlaku. Hukum yang telah ada memang kadang kurang bisa terima dengan baik dan menimbulkan perdebatan di berbagai kalangan. Bayangkan saja ketika kasus tersebut menimpa rakyat miskin. Sedangkan jika dibandingkan dengan kasus korupsi yang terjadi di Negara kita, hal itu kurang sepadan dan seolah hukum menjadi kurang adil untuk kita.
tapi yaa, apa mau di kata, kita terima saja.
yang pasti kita harus bisa menjaga sikap kita. berpikir 2 kali atau lebih jika akan melakukan sesuatu, apalagi jika hal yang akan kita perbuat itu ada suatu ancamannya, yang kita sendiri belum bisa mendunganya.
yaa begitu lah
semoga bermanfaat bagi siapapun orang yang 'ujug ujug' masuk terus baca postingan saya ini.
bila ingin memberikan kritik atau saran, silahkan isi di komentar.
huuh good luck lah .. :bd
BalasHapuskereeennnn
BalasHapusthank you!
BalasHapussip sip
BalasHapusnaon si eka teu nyambung gitu komennya
Baguuus sit ...
BalasHapuskereen lakh ..
hadduuuuh lebay
BalasHapuswaw...kerenlah postinganna mh
BalasHapuslalebbee .... !!!
BalasHapus