Orang orang yang tak pandai berterimakasih bisa digolonkan ‘orang
bermasalah’. Maksudnya mereka tidak bertingkahlaku sebagaimana yang diharapkan
oleh lingkungannya. Ada sejumlah aturan, baik tertulis maupun tidak, yang mengatur interaksi sesama manusia yang mereka
langgar, termasuk menunjukkan penghargaan dan terimakasih ketika memperoleh
suatu kebaikan
“BILANG APA? Ayo, bilang terima kasih!” begitulah yang sering dilakukan
oleh kebanyakan orang tua di Indonesia dalam mengajarkan cara berterimakasih
kepada anak anaknya, ketika mendapatkan pemberian dan bantuan dari orang lain.
Ini bagian dari adab seorang Muslim yang kita pelajari sejak kecil, bukan? Juga
bahwa kalau seseorang bersikap baik kepada kita menyakiti hati atau
mengkhianati hati mereka.
Masalahnya, tidak semua orang memegang kuat – kuat prinsip yang sama
dengan yang kita pegang. Ada saja orang yang tumbuh dewasa dengan keyakinan
bahwa mereka boleh memint, menuntut atau mengambil apa pun dari orang lain
tanpa harus membalas kebaikan orang itu. Bagaimana kalau orang seperti ini
adalah justru orang yang terdekat dengan kita, misalnya suami atau saudara
sendiri?
Bedakan antara yang Hak dengan
Kewajiban. Kalau suami si
Arini merampas atau mengabaikan hak –hak keluarganya sekarang ini, misalnya
dengan cara tidak menafkahi mereka karena sibuk dengan “pacarnya”, maka jelas
hal ini tidak bisa ditolerir. Itu artinya sekarang masalahnya bukan pada apakah
dia berterimakasiih atau tidak atas semua kebaikan yang pernah diberikan Arini,
tetapi bahwa dia mengabaikan tanggung jawabnya sebagai suami dan ayah yang
harus memelihara hak anak anak dan istrinya. Arini harus bertindak dengan
mengingatkanm menegur atau bahkan meminta bantuan keluarga dan pakar dalam
mengatasi pelanggaran hak – haknya.
Jangan balas dendam. Kadang – kadang bisikan setan menyelinap ke
hati Arini sampai dia ingin mengatakan bahwa dia ingin mengtakan kepada Krisna,
“Memangnya kamu saja yang bisa selingkuh?! Aku juga bisa!”. Kalau sampai Arini
jatuh ke dalam jebakan setan ini dan melakukan hal yang sama karena ingin
membalas dendam, maka jelaslah dia yang rugi. Jangan lakukan hal yang sama
dengan yang dilakukan oleh orang yang menyakiti kita. Kita hanya akan
merendahkan dsan merugikan diri kira sendiri.
Beri kesempatan menjelaskan. Kalau Arini dan Puji memberi kesempatan kepada
Krisna, Nisa dan Yesi menjelaskan apa sudut pandang mereka sebelum menjatuhkan
vonis bahwa mereka “orang – orang yang tak tau diri” maka mungkin kedua wanita
itu akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang akar masalahnya. Ada
manusia yang merasa rendah diri dan lemah di hadapan orang yang sering
membantunyasehingga dia butuh di yakinkah oleh orang lain bahwa dia adalah orang
yang cukup berharga dan perkasa. Krisna seperti itu. Karena merasa selalu
berhutang budi dan lemah di depan Arini, dia selalu mencari penghargaan dari
seorang wanita yang memandangnya sebagai pria yang perkasa dan tempat
bergantung. Dari sudut pandang Islam, perzinahan tetap saja dosa besar, dan
Krisna harus segera bertaubat, tapi setidaknya Arini jadi paham bahwa Krisna
bukan sekedar orang yang tidak pandai berterimakasih.
Cari bantuan dari orang lain. Kehadiran orang lain, seperti guru atau
penasehat, bisa membantu ,menjernihkan masalah dan memberi kita perspekti baru
dalam menilai masalah hubungan kita dengan orang yang “tidak tahu diri” itu.
Jangan mau jadi korban terus! Satu hal penting yang perlu disadari Puji dan
Arini adalah bahwa mereka merasa bukan saja harapan – harapan mereka
dikecewakan, tetapi juga bahwa mereka adalah “korban” sikap tidak tahu diri
orang orang di sekitar mereka. Padahal, mereka mungkin tidak selalu sengaja
menyakiti hati kita. Jadi akan lebih baik lagi kalau kita kita meyakinkan diri
sendiri bahwa kita bisa berbuat untuk
menghentikan kondisi sewenang wenang yang kita hadapi dan bahwa kita tidak
perlu merasa menjadi “korban” yang tidak berdaya dan menderita.
Lebih dari segalanya, selalu
meminta pertolongan dari Allah. Manusia
yang kita hadapi adalah juga ciptaan Allah, sama seperti kita. Mudah sekali
bagi Allah untuk membolak balikan hati seseorang sehingga ia tunduk patuh
kepada ketentuan Allah. Jadi banyaklah mendo’akan agar orang yang menyakiti
kita itu kembali dibukakan hatinya oleh Allah dan memperbaiki akhlaknya.
Sumber : Majalah ALIA – Mei 2008. Hlm. 17 (oleh Aliffa Ilmarani)
*dengan banyak perubahan*
0 Pandangan:
Posting Komentar