Drama ini disadur dari cerita yang udah banyak dan sering menghampiri telinga telinga manusia di penjuru dunia.
SIMAKLAH.
P.s.
Credit to Raya sebagai Ide Cerita, dan Penulis sendiri sebagai Script Writer.
Taufik : “Bu, ini buku Raya jatuh deket pintu kamarnya. Gimana dong? Kalau di buku ini ada tugas penting, kasian bu kalau nanti dia sampai dimarahi sama gurunya”
Babak 2
Taufik
pergi meninggalkan ibunya, Ia merasakan hatinya yang panas dan kecewa dengan
kelakuan adik semata wayangnya itu. Ia pergi meninggalkan kamar tersebut dengan
langkah gamang dan resah.
Selesai mandi ternyata Umar datang berkunjung ke rumah sahabatnya itu. Dia diminta datang oleh Taufik. Umar tau bagaimana kondisi sahabatnya saat ini, jika dia sudah diminta untuk datang menemaninya. Yang pasti Taufik sedang galau, resah, gamang, bingung, banyak pikiran atau sedang gundah gulana. Taufik pergi keluar dan menghampiri Umar dengan sapaan hangat.
Yogi bergerak pergi. Raya terdiam, dan Siti juga begitu. Jadi mereka berdua terdiam. Raya tidak tau harus melakukan tindakan seperti apa. Apakah menangis? Menangis dengan jeritan? Menangis penuh penyesalan? Menangis dengan aliran ingus yang deras? Menangis sembari berguling guling diiringi teriakan ironis? atau berjingkrak jingkrak dan berteriak bahagia? Membuat syukuran? Menyembelih Sapi? Membuat standing party dirumahnya? Atau biasa saja? Ia bingung, hingga sepertinya Ia memilih untuk diam. Tetapi Siti segera membuka keheningan tersebut.
Raya menyesal akan perbuatannya, dia berusaha mencari cari keberadaan kakaknya sekarang dimana. Yang pada akhirnya, Raya dan kakaknya dapat dipersatukan kembali. Dia bahagia karena bisa bertemu lagi dengan kakaknya. Tetapi tetap saja, masih ada tanggungan yang harus ia lakukan. Masih ada yang mengganjal di hatinya. Di pikirannya masih terbayangkan dan tergambarkan sosok ibunya yang sekarang begitu ia rindukan keberadaannya. Keadaan berbalik. Tetapi keadaan itu datang setelah penyesalan mendatangi dirinya
Cerita selesai. Raya bangkit. Siti juga bangkit dari jongkoknya. Semua pemain berkumpul. Semua nya mengucapkan Terima Kasih telah menyaksikan! Woohoo!
SIMAKLAH.
P.s.
Dengan rendah hati Penulis memohon kebijakan pembaca untuk tidak menggunakan postingan ini untuk kepentingan pribadi.
SEPUCUK SURAT DARI IBU
PROLOG
Alkisah terdapat seorang
ibu yang sangat penyabar dan baik hati, ibu yang selalu memberikan kasih
sayangnya yang tiada tara dan tak ada hentinya kepada anak anaknya. Beliau memiliki 2 orang
anak, laki–laki dan perempuan, keduanya
sudah beranjak dewasa. Yang perempuan bernama Raya dan yang laki–laki bernama
Taufik, Raya baru saja sampai di bangku kelas 2 SMK, sedangkan kakaknya, sedang menuntut ilmu dibangku perkuliahan dengan bantuan beasiswa berkat
kecerdasan dan usahanya dalam belajar. Keluarga ini termasuk keluarga dalam kategori keluarga biasa biasa saja. Berkecukupan tidak, kekurangan
iya.
Sayangnya, Raya sang anak perempuannya, malu memiliki dirinya sebagai ibu yang mempunyai mata kiri yang buta dan cacat. Raya selalu bertindak kasar, tidak selayaknya seorang anak kepada ibunya. Hal itu membuat hatinya selalu sedih karena tersakiti dan kecewa. Ia bingung harus berbuat apa, agar anaknya itu mau memaklumi keadaannya yang seperti ini. Sayang, sang anak sudah melupakan akan apa yang telah terjadi.
Babak 1Sayangnya, Raya sang anak perempuannya, malu memiliki dirinya sebagai ibu yang mempunyai mata kiri yang buta dan cacat. Raya selalu bertindak kasar, tidak selayaknya seorang anak kepada ibunya. Hal itu membuat hatinya selalu sedih karena tersakiti dan kecewa. Ia bingung harus berbuat apa, agar anaknya itu mau memaklumi keadaannya yang seperti ini. Sayang, sang anak sudah melupakan akan apa yang telah terjadi.
Tepat saat pagi
hari, Taufik dan sang Ibu
sudah siap untuk melahap sarapan pagi apa adanya di ruang makan, yang sekaligus sebagai ruang keluarga dan dapur, lalu Raya lewat tanpa mempedulikan kakak dan
ibunya.
Ibu : “Ray, makan
dulu. Ibu sudah menyiapkan sarapan untukmu.”
Raya : “Gak ah, Bu.
Aku mau sarapan di sekolah aja.”
Taufik : “Makan dulu
lah, Ray. Ibu udah capek-capek masak buat kita.”
Raya : “Ogah ah! Kalau capek ya diem aja. Mending aku makan di sekolah
aja bareng temen-temen.”
Raya pergi tanpa berpamitan. Ibu menutup wajah dengan tangan dan Taufik hanya bisa
mengusap bahu Ibu.
Taufik masuk ke kamar dan melihat buku Raya yang tertinggal.
Taufik : “Bu, ini buku Raya jatuh deket pintu kamarnya. Gimana dong? Kalau di buku ini ada tugas penting, kasian bu kalau nanti dia sampai dimarahi sama gurunya”
Ibu : “aduh gimana
yah, kenapa bisa bukunya ada di kamar kamu? Kasian dia, Yasudah biar ibu saja yang mengantarkannya. Kamu berangkat
kerja saja dulu biar kuliah lancar”
Taufik : “tapi kasian ibu
kan masih ada ada urusan dirumah, nanti kalau ….”
Ibu : “sudah oleh ibu saja, kamu tak usah
pikirkan. Hanya urusan dapur ini saja paling kalau dirumah”
Taufik : “yasudah deh,
gimana ibu saja. Aku pamit dulu ya bu soalnya aku juga sudah telat.
Assalamu’alaikum.” (sambil menyalami ibu)
Taufik pergi pergi untuk kuliah.
Taufik pergi pergi untuk kuliah.
Babak 2
Ibu
datang ke sekolah Raya membawa buku. Ibu datang ke kelas Raya. Raya yang melihat
ibunya sangat terkejut. Raya langsung cepat cepat menghampiri ibu dengan wajah
geram, memasang wajah seperti ingin memakan ibu nya itu bulat bulat saking
kesalnya.
Raya : “Ih Ibu! Ngapain sih
datang kesini tiba tiba?!” (sembari menarik lengan ibunya, menjauh dari pintu
kelasnya dan berbicara setengah berbisik)
Ibu : “Ibu mau nganter
buku kamu yang tertinggal di kamar kakak kamu.” (sambil menyerahkan buku
tersebut)
Raya : “Hah?! Hari ini aku
ngga ada pelajaran ini kok bu! Ah ibu so tau nih! Udah ibu bawa pulang aja! Aku
mau lanjut ngerjain tugas lagi nih ah!” (sambil mendorong-dorong bahu ibunya, Raya langsung berbalik bergabung kembali dengan teman teman kelasnya)
Siti : “loh Ray, tadi itu
siapa? Ada urusan apa? Kok matanya aneh gitu? Hihi ” (setengah tertawa)
Raya : “Mmm … pembantu aku,
Sit!”
Ibu : “Astagfirullah!”
Ibunya
tersentak kaget saat ia sedang mengintip anaknya lewat jendela nako di dinding,
Ia tidak menyangka anaknya akan menjawab seperti itu. Dengan perasaan maklum
Ibu itu melangkah gontai meninggalkan ruang kelas anaknya.
Angga: “Mau banget emang Ray, kamu punya pembantu kayak gitu!
Hahaha cacat!”
Raya : “kalau ditanya juga
Aku ngga akan mau, sudi banget punya
pembantu macam begono, lagipula itu
pembantu aku dari kecil.”
Setelah lama di sekolah, bel pun berbunyi
Babak 3
Raya baru pulang dari sekolah. Di rumah hanya
ada kakak dan teman kakaknya, yang sedang mengerjakan tugas kuliah.
Raya : “Assalamu’alaikum”
Taufik dan Umar : “Wa’alaikumussalam.”
Taufik : “Jam segini baru
pulang kamu, Ray?”
Raya : “Yaiyalah, aku kan sekolah. Kakak kira aku
keluyuran aja gitu?”
Taufik : “Ya ngga gitu
juga. Kakak kan cuma nanya”
(Raya pergi ke kamarnya)
Umar : “Siapa, Fik?”
Taufik : “Siapa yang siapa
yang kamu maksud?"
Umar : “ya
ampun, itu yang tadi baru aja datang dan masuk kamar”
Taufik : “oh itu adikku,
kenapa emang? Naksir?” *sembari mengerling
Umar : “eits! Kok jadi kesono. Tapi kok keliatannya kalian ga akur?”
Taufik : “Emang gitu kalii sifatnya.”
Umar : “Wih, kamu sabar juga ya Pik punya adik kayak dia.”
Taufik : “Ah udah deh ah
jadi urusin dia, jangan dipikirin. Kerjain lagi ah cepet! Waktu nih!”
Babak 4
Taufik sedang membereskan kamar Raya
dan menemukan sebuah surat. Suratnya berisi bahwa Raya dikirim ke Yogyakarta
untuk pertukaran pelajar. Tak lama kemudian, Raya datang.
Raya : “Kakak ngapain masuk ke kamar aku? Nggak
sopan banget masuk kamar orang ngga bilang-bilang.”
Taufik : “Aku cuman pengen
beresin kamar kamu aja. Kamu ngga pernah mau rapihin sih, lihat berantakan
banget tau”
Raya : “tau kok! Tapi itu bukan urusan kakak! keluar
sana!”
Taufik : “Bentar kakak mau
tanya. Kamu mau pergi ke Yogya? Kenapa kamu ngga bilang ke ibu?”
Raya : “Belom.
Entar aja, aku bakalan bilang kok sama ibu pas aku mau pergi.”
Taufik : “Memang kapan
kamu pergi?”
Raya : “liat dong disitu tanggal berapa?! Pake
nanya lagi.”
Taufik : “mm.. Besok?!”
Raya : “EA! Sekarang aku mau pergi ke sekolah
untuk penjelasan lebih lanjut buat besok. Aku juga bakalan nginep di sekolah
jadi aku ngga akan pulang hari ini.”
Taufik : “Kenapa kamu baru
mau bilang sekarang? Emangnya ibu ngizinin kamu?”
Raya : “Mau diizinin kek mau ngga kek aku tetep bakal
pergi kok. Urusan sekolah kok, pasti ibu ngizinin”
(sambil memasukkan barang-barang ke tas)
Taufik : “Terserah kamu
ajalah! Kakak udah keseringan pusing ngurusin kamu.”
Raya : “Emang kapan aku bilang mau diurusin kakak?
Assalammualaikum!” (sambil melangkah pergi)
Babak 5
Esoknya Raya bertemu ibu di depan
teras setelah kembali dari sekolahnya. Ia berniat untuk memInta izin kepada ibunya.
Ibunya sedang duduk di kursi rotan tua yang sudah reyot dan rapuh sembari
melihat lihat pemandangan yang ada di depan matanya. Entah apa yang ada di
dalam pikirannya. Ibu itu sedang memasang wajah sendu. Tersirat kesedihan yang mendalam.
Dengan kantung mata yang menghitam, yang tepat ada dibawah bulatan matanya yang
sayu. Tergambarkan bagaimana ia bersusah payah mengurus kedua anaknya
sendirian.
Raya : “Bu, aku mau pergi
ke Yogya untuk pertukaran pelajar. Aku pamit ya, Bu. Aku sudah mempersiapkan semuanya
kok”
Ibu : “Sekarang?”
Raya : “Iya!”
Ibu : “Sekarang
banget?!”
Raya : “Eugghhh! Ibu
ngeselin deh! Aku bilang iya ya iya! Pake di ulang lagi!”
Ibu : “Kenapa kamu baru
bilang sekarang?”
Raya : “karena eh karena
sebelumnya aku yakin kalau ibu bakal izinin aku. Ini kan untuk kepentingan
sekolah bu. Malah asalnya aku ngga akan minta izin ke ibu”
Ibu : “Ya tapi
seenggaknya ibu bisa lebih tahu tentang keberangkatan kamu.”
Raya : “Tuhkan ibu selalu ribet
deh, segalanya diperpanjaang terus! Udah ah aku pergi dulu.” (sambil melangkah
pergi)
Ibu : “Raya tunggu Raya!
Sebentar!”
Raya tetap terus bergerak dengan
langkah tergesa menuju pintu gerbang depan rumahnya. Ia pergi tanpa
menghiraukan ibunya sedikit pun. Menoleh pun tidak.
Taufik: “Kenapa, Bu? Raya sudah pergi yah? Dasar manusia!”
(Ibunya hanya terdiam, kemudian dia bersender dibahu anak sulungnya itu. Taufik
membalas dengan merangkul pundak ibunya)
Babak 6
Raya pergi ke Yogya bersama
kawan-kawannya, Siti dan Angga. Yang merupakan kedua sahabat Raya yang selalu
setia bersama dengannya.
Siti : “hey Ray! Kamu
udah izin ke ibu kamu?”
Raya : “hey! Mm .. udah
kok! Tenang aja”
Angga: “Apa kamu izin ke pembantu kamu yang matanya aneh itu?
Hahaha …”
Raya : “Apaan sih kamu?
Buat apa aku izin sama orang kayak dia?”
Angga: “Ya mungkin aja kamu izin sama pembantu kamu tercinta
hehehe ..”
Siti : “Udah heh kalian
ngomongin kejelekkan orang mulu. Nggak sopan. Kamu lagi raya, omongan nggaperlu
si Angga dibales lagi. Payah. Mending ngomongin artis yang tadi ada di Insert
haha”
Angga dan Raya: “huuu!!!”
Raya : “itu lebih ngga
perlu lagi tau! Payah kamu! hahaha”
Babak 7
Sudah 2 bulan berlalu, Sang Ibu
sedang menulis surat untuk anaknya, Raya. Beliau menulis surat itu dengan penuh
kerinduan. Mengalir semua kerinduan dan rasa sayangnya yang tak akan pernah
habis disetiap goresan tinta penanya. Ia menulis penuh harap, agar anaknya mau
membaca surat tersebut. Tiba tiba dibalik pintu kamarnya, Taufik datang
menghampiri.
Taufik : “loh Ibu lagi
ngapain?”
Ibu : “Ibu lagi menulis surat buat Raya yang lagi
ada di Yogya.” (dengan tersenyum tipis)
Taufik : “Buat apa ibu
ngirim surat sama anak yang selalu durhaka kayak dia? Selama 2 bulan ini dia
belum pernah tuh kasih kabar. Emang dasar”
Ibu : “Ya ngga apa lah, mungkin dia terlampau sibuk
Fik. Dia juga walau begitu tetap anak ibu dan ia adik kamu juga kan?”
Taufik : “Tapi kan bu,
sesibuk apa sih dia sampai mengirim kabar walaupun cuma berapa potong kalimat
saja ngga sempat?! Apalagi dia itu pemalas. Dia ngga akan sibuk dengan tugasnya
bu.”
Ibu : “sut! Jangan
bicara begitu! Ngga baik”
Taufik : “hah. Yasudah deh
gimana ibu saja! Aku mau mandi dulu”
Selesai mandi ternyata Umar datang berkunjung ke rumah sahabatnya itu. Dia diminta datang oleh Taufik. Umar tau bagaimana kondisi sahabatnya saat ini, jika dia sudah diminta untuk datang menemaninya. Yang pasti Taufik sedang galau, resah, gamang, bingung, banyak pikiran atau sedang gundah gulana. Taufik pergi keluar dan menghampiri Umar dengan sapaan hangat.
Umar : “Kenapa, Fik? Lagi Bête banget nih kayaknya.”
Taufik : “Iyanih, ibuku
masih mau ngurusin adik aku yang kurang ajar itu.”
Umar : “Ya namanya juga orangtua apalagi
ibu. Ngga mungkin kalau kesal anaknya mau dibuang sembarangan, apalagi kalau ke
sungai. Ya kan?! Sudahlah, Fik jangan dipikirkan lagi. Mending kita pergi ke
rumahku, ajari aku lagi tentang uraian yang ada di buku hukum pidana itu lagi.
Pusing nih. Panjang banget. Udah enek
mau dilanjuttin juga”
Taufik : “ok deh. Tapi sabar,
aku mau ambil jaket aku dulu, Mar”
Babak 8
Di tempat kosnya, Raya menerima titipan
surat dari Pak Satpam kossannya itu. Saat dilihat bagian depan surat itu,
ternyata dari Ibunya, dengan ke tak peduliannya Raya segera menyimpan surat
tersebut kedalam tasnya.
Angga : “Surat dari siapa,
Ray? Dari pembantu kamu tercinta ya?”
Raya : “Sok tau banget!”
Angga : “Yasudah tuh sana
siap siap.”
Raya : “siap siap untuk
apa?”
Angga : “itu kata Siti,
katanya ada pelajaran tambahan sejam lagi. Sudah sana mandi. Bau apek lama lama
kamu ini”
Raya : “huu enak aja.
Kamu kali, bau kuli!”
Angga : “sudah sudah sana!
Entar aku bawa embernya kesini nih, dan siramin ke badan kamu semuanya biar
masuk angin”
Raya : “ogah ah, aku bisa mandi sendiri, wlee..
“
Babak 9
Sudah hampir 2 tahun Raya menetap di
Yogya, Raya pulang bersama Siti untuk menjenguk keluarganya masing masing. Tapi
sebelumnya Raya mengajak Siti untuk berkunjung ke rumahnya, Ia mengetuk pintu
lumayan lama tapi tidak ada yang membukakan pintu untuknya. Datanglah Yogi,
tetangga Raya.
Yogi : “Hey, Raya! Kamu kemana aja? Udah lama ngga ketemu yah!” (menjabat tangan)
Raya : “Iya nih aku baru pulang dari Yogya. Oh iya
ini temen aku, Siti. Siti, ini Yogi.”
Siti : “Siti.” (berjabat)
Yogi : “Yogi. Oh iya kamu ngapain disini, Ray?”
Raya : “Aku mau jenguk ibu nih. Kamu tahu ngga ibu
kemana?”
Yogi : “Kamu ngga tau?”
Raya : “Tau apa?”
Yogi : “loh?! Gimana sih?! Ibu kamu kan udah
meninggal setahun yang lalu.”
Raya : “Hoah? Bercanda kamu. Terus Kak Taufik
kemana? Kok dia ngga kasih kabar ke aku?”
Terbersit rasa sedih di wajahnya,
tapi sayang rasa kecewa terhadap Ibunya yang cacat itu telah begitu besar,
sehingga menutup hatinya untuk bersedih dan dia pun tetap belum bisa memaafkan
kekurangan ibu nya yang selalu membuat ia malu dengan kekurangannya itu.
Yogi : “hm.. Katanya kakakmu itu sedang merantau
ke Sumatera. Aku juga ngga tahu bagaimana kabar dia disana. Dan dia menitipkan
kunci rumah ini padaku. Nih, untung aku sempet ketemu kalian sekarang, jadi
kalian ngga akan tunggu lama. Yaudah aku duluan yah!”
Yogi bergerak pergi. Raya terdiam, dan Siti juga begitu. Jadi mereka berdua terdiam. Raya tidak tau harus melakukan tindakan seperti apa. Apakah menangis? Menangis dengan jeritan? Menangis penuh penyesalan? Menangis dengan aliran ingus yang deras? Menangis sembari berguling guling diiringi teriakan ironis? atau berjingkrak jingkrak dan berteriak bahagia? Membuat syukuran? Menyembelih Sapi? Membuat standing party dirumahnya? Atau biasa saja? Ia bingung, hingga sepertinya Ia memilih untuk diam. Tetapi Siti segera membuka keheningan tersebut.
Siti : “Heh Raya! Kok kamu sampai ngga tahu
keadaan ibu kamu sih?”
Raya : “Aku emang beneran ngga tau, Sit”
Siti : “Hah?! Bukannya kamu selalu mendapatkan
kabar Keluargamu dari Bandung yah?”
Raya teringat sesuatu, ia tiba tiba
panik dan mengeluarkan seluruh isi tas nya sehingga barang-barangnya keluar
berserakan di lantai, tetapi hanya satu yang ia tuju. Surat yang waktu itu
dikirimkan dari ibunya selagi Ia masih di bandung 1 tahun lebih yang lalu.
Surat itu terlihat lusuh dan kotor. Banyak bentuk abstrak tinta yang tak indah,
yang sepertinya terkena tinta pulpen yang bocor. Dengan tergesa gesa, Ia
membuka amplop yang berisi surat tersebut.
Setelah membaca surat tersebut, Raya
kembali terdiam. Siti kebingungan. Menunggu respone
positif, minimal pergerakan saja yang bisa dilakukan sahabatnya itu. Ia takut
sahabat kesayangannya itu terkena serangan jantung atau stroke secara tiba
tiba. Akhirnya Raya bergerak, yang gerakan itu merupakan pergerakan mengambil
nafas. Nafas yang berat. Lama lama, tubuh Raya berguncang, dan lama lama
terdengar suara tangis seorang wanita dewasa yang memilukan, itu membuat Siti
ngeri. Siti segera merangkul sahabatnya itu, dia makin panik, karena tidak tahu
akan apa yang terjadi. Ia melakukan apa saja yang bisa ia lakukan. Raya
mendekap kedalam tubuhnya. Siti merinding, tapi ia maklumi, ia hanya diam dan
berusaha merangkul balik sahabatnya itu. Akhirnya Raya berhenti menangis,
tetapi tetap sesenggukan, Raya mulai
membuka pembicaraan. Kalimat yang benar benar tidak diduga sebelumnya.
Raya : “Sebenarnya pembantu yang aku ceritakan ke
kamu dan ke Angga, itu… itu… ITU IBU AKU”
Siti : “HOAH?!!!
Apa?! Apa itu benar?! Keterlaluan kamu Ray! Ah. Aku kecewa sama kamu. Aku
bingung. Bagaimana pun ini semua sudah terlambat, Ray. Selanjutnya langkah
seperti apa yang akan kamu lakukan untuk memperbaiki semua tindakan kamu itu?!
Hiks.. Rasanya aku ingin menangis. Aku bisa merasakan, bagaimana sakitnya hati
Ibu kamu itu Ray! Hatinya pasti selalu tersakiti! Dia dihina! Di caci! Di maki!
Dan itu oleh kamu Ray! Anaknya! Kamu itu anaknya! Apa yang kamu pikirkan selama
ini!? Dan matamu itu! Matamu itu mata ibu mu Ray! Mau disimpan di surga yang
mana Ray kalau kamu bertingkah seperti itu?! Ya Allah Gustiii! Raya! Seharusnya
kamu … “
Raya : “sudah sit cukup!
Aku memang salah karena baru menyesal sekarang. Aku menyesal kenapa aku baru
mengingat hal itu!? Sama sekali tak terpikirkan olehku untuk membalas segala
kasih sayang yang telah ia berikan! Aku sudah terlanjur malu olehnya saat itu!
Bantu aku Sit! Bantu aku!” (Raya mengguncang guncang tubuh Siti)
Siti : “lepaskan aku!
(sembari mendorong Raya). Eh eh, (menarik Raya kembali), maaf Raya. Aku tidak
bisa membantu untuk hal seperti ini. Tetapi aku mungkin bisa memberikan beberapa
langkah yang mungkin bisa engkau lakukan, yaitu meminta mohon kepada Allah.
Rajin rajin lah beribadah, solat dan lain lain. Doa kan selalu ibumu. Ikuti
pesan pesan yang pernah ibumu perintahkan, cari kakak mu. Minta maaflah juga
kepada dia. Kamu bisa lebih tenang jika kamu kembali hidup bersama kakakmu.
Kakakmu juga pasti sangat sayang kepadamu Ray. Dia bisa menyalurkan kasih
sayang Ibumu kepadamu ray. Hanya itu bantuanku secara lisan Ray. Ingat itu! Nih
tisu! Serap ingusmu dengan tisu ini”
Raya : “oouhh Siti, kamu
sangat baik kepadaku. Tidak salah aku punya sahabat sebaik kamu. Berikan
tisunya” *Raya membuang ingus tersebut
di tisu yang diberikan oleh Siti.
EPILOG
Raya menyesal akan perbuatannya, dia berusaha mencari cari keberadaan kakaknya sekarang dimana. Yang pada akhirnya, Raya dan kakaknya dapat dipersatukan kembali. Dia bahagia karena bisa bertemu lagi dengan kakaknya. Tetapi tetap saja, masih ada tanggungan yang harus ia lakukan. Masih ada yang mengganjal di hatinya. Di pikirannya masih terbayangkan dan tergambarkan sosok ibunya yang sekarang begitu ia rindukan keberadaannya. Keadaan berbalik. Tetapi keadaan itu datang setelah penyesalan mendatangi dirinya
Cerita selesai. Raya bangkit. Siti juga bangkit dari jongkoknya. Semua pemain berkumpul. Semua nya mengucapkan Terima Kasih telah menyaksikan! Woohoo!
Tokoh
RAYA SYAVITRI =
durhaka, cuek, tidak perduli akan keadaan sekitar
HANNY FEBRIANI (IBU) =
penyabar, penyayang
Taufik hernadianto = tegas, sabar, simple
Siti arumiati = baik, simple, dramatis
m. taufiq umardi =
penghibur, periang
Angga handika =
usil, jenaka
Yogi senjaya = santai, baik
0 Pandangan:
Posting Komentar