19.2.14

Drama ini disadur dari cerita yang udah banyak dan sering menghampiri telinga telinga manusia di penjuru dunia.

SIMAKLAH.
P.s. 
Dengan rendah hati Penulis memohon kebijakan pembaca untuk tidak menggunakan postingan ini untuk kepentingan pribadi. 

Credit to Raya sebagai Ide Cerita, dan Penulis sendiri sebagai Script Writer.



SEPUCUK SURAT DARI IBU
PROLOG       
Alkisah terdapat seorang ibu yang sangat penyabar dan baik hati, ibu yang selalu memberikan kasih sayangnya yang tiada tara dan tak ada hentinya kepada anak anaknya. Beliau memiliki 2 orang anak, lakilaki dan perempuan, keduanya sudah beranjak dewasa. Yang perempuan bernama Raya dan yang laki–laki bernama Taufik, Raya baru saja sampai di bangku kelas 2 SMK, sedangkan kakaknya, sedang menuntut ilmu dibangku perkuliahan dengan bantuan beasiswa berkat kecerdasan dan usahanya dalam belajar. Keluarga ini termasuk keluarga dalam kategori keluarga biasa biasa saja. Berkecukupan tidak, kekurangan iya. 

Sayangnya, Raya sang anak perempuannya, malu memiliki dirinya sebagai ibu yang mempunyai mata kiri yang buta dan cacat. Raya selalu bertindak kasar, tidak selayaknya seorang anak kepada ibunya. Hal itu membuat hatinya selalu sedih karena tersakiti dan kecewa. Ia bingung harus berbuat apa, agar anaknya itu mau memaklumi keadaannya yang seperti ini. Sayang, sang anak sudah melupakan akan apa yang telah terjadi.
Babak 1
Tepat saat pagi hari, Taufik dan sang Ibu sudah siap untuk melahap sarapan pagi apa adanya di ruang makan, yang sekaligus sebagai ruang keluarga dan dapur, lalu Raya lewat tanpa mempedulikan kakak dan ibunya.
 
Ibu       : “Ray, makan dulu. Ibu sudah menyiapkan sarapan untukmu.”
Raya     : “Gak ah, Bu. Aku mau sarapan di sekolah aja.”
Taufik   : “Makan dulu lah, Ray. Ibu udah capek-capek masak buat kita.”
Raya    : “Ogah ah! Kalau capek ya diem aja. Mending aku makan di sekolah aja bareng temen-temen.”
Raya pergi tanpa berpamitan. Ibu menutup wajah dengan tangan dan Taufik hanya bisa 
mengusap bahu Ibu.
Taufik masuk ke kamar dan melihat buku Raya yang tertinggal.

Taufik   : “Bu, ini buku Raya jatuh deket pintu kamarnya. Gimana dong? Kalau di buku ini ada tugas penting, kasian bu kalau nanti dia sampai dimarahi sama gurunya”
Ibu      : “aduh gimana yah, kenapa bisa bukunya ada di kamar kamu? Kasian dia, Yasudah biar ibu saja yang mengantarkannya. Kamu berangkat kerja saja dulu biar kuliah lancar”
Taufik   : “tapi kasian ibu kan masih ada ada urusan dirumah, nanti kalau ….”
 Ibu       : “sudah oleh ibu saja, kamu tak usah pikirkan. Hanya urusan dapur ini saja paling kalau dirumah”
Taufik   : “yasudah deh, gimana ibu saja. Aku pamit dulu ya bu soalnya aku juga sudah telat. Assalamu’alaikum.” (sambil menyalami ibu)

Taufik pergi pergi untuk kuliah.

Babak 2
 
Ibu datang ke sekolah Raya membawa buku. Ibu datang ke kelas Raya. Raya yang melihat ibunya sangat terkejut. Raya langsung cepat cepat menghampiri ibu dengan wajah geram, memasang wajah seperti ingin memakan ibu nya itu bulat bulat saking kesalnya.
 
Raya : “Ih Ibu! Ngapain sih datang kesini tiba tiba?!” (sembari menarik lengan ibunya, menjauh dari pintu kelasnya dan berbicara setengah berbisik)
Ibu    : “Ibu mau nganter buku kamu yang tertinggal di kamar kakak kamu.” (sambil menyerahkan buku tersebut)
Raya : “Hah?! Hari ini aku ngga ada pelajaran ini kok bu! Ah ibu so tau nih! Udah ibu bawa pulang aja! Aku mau lanjut ngerjain tugas lagi nih ah!” (sambil mendorong-dorong bahu ibunya, Raya langsung berbalik bergabung kembali dengan teman teman kelasnya)
Siti    : “loh Ray, tadi itu siapa? Ada urusan apa? Kok matanya aneh gitu? Hihi ” (setengah tertawa)
Raya : “Mmm … pembantu aku, Sit!”
Ibu    : “Astagfirullah!”
Ibunya tersentak kaget saat ia sedang mengintip anaknya lewat jendela nako di dinding, Ia tidak menyangka anaknya akan menjawab seperti itu. Dengan perasaan maklum Ibu itu melangkah gontai meninggalkan ruang kelas anaknya.
Angga: “Mau banget emang Ray, kamu punya pembantu kayak gitu! Hahaha cacat!”
Raya : “kalau ditanya juga Aku ngga akan mau, sudi banget punya pembantu macam begono, lagipula itu pembantu aku   dari kecil.”
Setelah lama di sekolah, bel pun berbunyi
Babak 3
Raya baru pulang dari sekolah. Di rumah hanya ada kakak dan teman kakaknya, yang sedang mengerjakan tugas kuliah.
 
Raya    : “Assalamu’alaikum”
Taufik dan Umar : “Wa’alaikumussalam.”
Taufik  : “Jam segini baru pulang kamu, Ray?”
Raya    : “Yaiyalah, aku kan sekolah. Kakak kira aku keluyuran aja gitu?”
Taufik  : “Ya ngga gitu juga. Kakak kan cuma nanya”
(Raya pergi ke kamarnya)
Umar   : “Siapa, Fik?”
Taufik  : “Siapa yang siapa yang kamu maksud?"
Umar   : “ya ampun, itu yang tadi baru aja datang dan masuk kamar”
Taufik  : “oh itu adikku, kenapa emang? Naksir?” *sembari mengerling
Umar   : “eits! Kok jadi kesono. Tapi kok keliatannya kalian ga akur?”
Taufik  : “Emang gitu kalii sifatnya.”
Umar   : “Wih, kamu sabar juga ya Pik punya adik kayak dia.”
Taufik  : “Ah udah deh ah jadi urusin dia, jangan dipikirin. Kerjain lagi ah cepet! Waktu nih!”
Babak 4
Taufik sedang membereskan kamar Raya dan menemukan sebuah surat. Suratnya berisi bahwa Raya dikirim ke Yogyakarta untuk pertukaran pelajar. Tak lama kemudian, Raya datang.

Raya    : “Kakak ngapain masuk ke kamar aku? Nggak sopan banget masuk kamar orang ngga bilang-bilang.”
Taufik  : “Aku cuman pengen beresin kamar kamu aja. Kamu ngga pernah mau rapihin sih, lihat berantakan banget tau”
Raya    : “tau kok! Tapi itu bukan urusan kakak! keluar sana!”
Taufik  : “Bentar kakak mau tanya. Kamu mau pergi ke Yogya? Kenapa kamu ngga bilang ke ibu?”
Raya    : “Belom. Entar aja, aku bakalan bilang kok sama ibu pas aku mau pergi.”
Taufik  : “Memang kapan kamu pergi?”
Raya    : “liat dong disitu tanggal berapa?! Pake nanya lagi.”
Taufik  : “mm.. Besok?!”
Raya   : “EA! Sekarang aku mau pergi ke sekolah untuk penjelasan lebih lanjut buat besok. Aku juga bakalan nginep di sekolah jadi aku ngga akan pulang hari ini.”
Taufik  : “Kenapa kamu baru mau bilang sekarang? Emangnya ibu ngizinin kamu?”
Raya    : “Mau diizinin kek mau ngga kek aku tetep bakal pergi kok. Urusan sekolah kok, pasti ibu ngizinin” (sambil memasukkan barang-barang ke tas)
Taufik  : “Terserah kamu ajalah! Kakak udah keseringan pusing ngurusin kamu.”
Raya    : “Emang kapan aku bilang mau diurusin kakak? Assalammualaikum!” (sambil melangkah pergi)
Babak 5
Esoknya Raya bertemu ibu di depan teras setelah kembali dari sekolahnya. Ia berniat untuk memInta izin kepada ibunya. Ibunya sedang duduk di kursi rotan tua yang sudah reyot dan rapuh sembari melihat lihat pemandangan yang ada di depan matanya. Entah apa yang ada di dalam pikirannya. Ibu itu sedang memasang wajah sendu. Tersirat kesedihan yang mendalam. Dengan kantung mata yang menghitam, yang tepat ada dibawah bulatan matanya yang sayu. Tergambarkan bagaimana ia bersusah payah mengurus kedua anaknya sendirian.

Raya : “Bu, aku mau pergi ke Yogya untuk pertukaran pelajar. Aku pamit ya, Bu. Aku sudah mempersiapkan semuanya kok”
Ibu    : “Sekarang?”
Raya : “Iya!”
Ibu    : “Sekarang banget?!”
Raya : “Eugghhh! Ibu ngeselin deh! Aku bilang iya ya iya! Pake di ulang lagi!”
Ibu    : “Kenapa kamu baru bilang sekarang?”
Raya : “karena eh karena sebelumnya aku yakin kalau ibu bakal izinin aku. Ini kan untuk kepentingan sekolah bu. Malah asalnya aku ngga akan minta izin ke ibu”
Ibu    : “Ya tapi seenggaknya ibu bisa lebih tahu tentang keberangkatan kamu.”
Raya : “Tuhkan ibu selalu ribet deh, segalanya diperpanjaang terus! Udah ah aku pergi dulu.” (sambil melangkah pergi)
Ibu    : “Raya tunggu Raya! Sebentar!”
            Raya tetap terus bergerak dengan langkah tergesa menuju pintu gerbang depan rumahnya. Ia pergi tanpa menghiraukan ibunya sedikit pun. Menoleh pun tidak.
Taufik: “Kenapa, Bu? Raya sudah pergi yah? Dasar manusia!” (Ibunya hanya terdiam, kemudian dia bersender dibahu anak sulungnya itu. Taufik membalas dengan merangkul pundak ibunya)
Babak 6
Raya pergi ke Yogya bersama kawan-kawannya, Siti dan Angga. Yang merupakan kedua sahabat Raya yang selalu setia bersama dengannya.

Siti    : “hey Ray! Kamu udah izin ke ibu kamu?”
Raya : “hey! Mm .. udah kok! Tenang aja”
Angga: “Apa kamu izin ke pembantu kamu yang matanya aneh itu? Hahaha …”
Raya : “Apaan sih kamu? Buat apa aku izin sama orang kayak dia?”
Angga: “Ya mungkin aja kamu izin sama pembantu kamu tercinta hehehe ..”
Siti    : “Udah heh kalian ngomongin kejelekkan orang mulu. Nggak sopan. Kamu lagi raya, omongan nggaperlu si Angga dibales lagi. Payah. Mending ngomongin artis yang tadi ada di Insert haha”
Angga dan Raya: “huuu!!!”
Raya : “itu lebih ngga perlu lagi tau! Payah kamu! hahaha”

Babak 7
Sudah 2 bulan berlalu, Sang Ibu sedang menulis surat untuk anaknya, Raya. Beliau menulis surat itu dengan penuh kerinduan. Mengalir semua kerinduan dan rasa sayangnya yang tak akan pernah habis disetiap goresan tinta penanya. Ia menulis penuh harap, agar anaknya mau membaca surat tersebut. Tiba tiba dibalik pintu kamarnya, Taufik datang menghampiri.

Taufik  : “loh Ibu lagi ngapain?”
Ibu       : “Ibu lagi menulis surat buat Raya yang lagi ada di Yogya.” (dengan tersenyum tipis)
Taufik  : “Buat apa ibu ngirim surat sama anak yang selalu durhaka kayak dia? Selama 2 bulan ini dia belum pernah tuh kasih kabar. Emang dasar”
Ibu       : “Ya ngga apa lah, mungkin dia terlampau sibuk Fik. Dia juga walau begitu tetap anak ibu dan ia adik kamu juga kan?”
Taufik  : “Tapi kan bu, sesibuk apa sih dia sampai mengirim kabar walaupun cuma berapa potong kalimat saja ngga sempat?! Apalagi dia itu pemalas. Dia ngga akan sibuk dengan tugasnya bu.”
Ibu       : “sut! Jangan bicara begitu! Ngga baik”
Taufik  : “hah. Yasudah deh gimana ibu saja! Aku mau mandi dulu”

Taufik pergi meninggalkan ibunya, Ia merasakan hatinya yang panas dan kecewa dengan kelakuan adik semata wayangnya itu. Ia pergi meninggalkan kamar tersebut dengan langkah gamang dan resah.
Selesai mandi ternyata Umar datang berkunjung ke rumah sahabatnya itu. Dia diminta datang oleh Taufik. Umar tau bagaimana kondisi sahabatnya saat ini, jika dia sudah diminta untuk datang menemaninya. Yang pasti Taufik sedang galau, resah, gamang, bingung, banyak pikiran atau sedang gundah gulana. Taufik pergi keluar dan menghampiri Umar dengan sapaan hangat.
 
Umar : “Kenapa, Fik? Lagi Bête banget nih kayaknya.”
Taufik : “Iyanih, ibuku masih mau ngurusin adik aku yang kurang ajar itu.”
Umar : “Ya namanya juga orangtua apalagi ibu. Ngga mungkin kalau kesal anaknya mau dibuang sembarangan, apalagi kalau ke sungai. Ya kan?! Sudahlah, Fik jangan dipikirkan lagi. Mending kita pergi ke rumahku, ajari aku lagi tentang uraian yang ada di buku hukum pidana itu lagi. Pusing nih. Panjang banget. Udah enek mau dilanjuttin juga”
Taufik  : “ok deh. Tapi sabar, aku mau ambil jaket aku dulu, Mar”

Babak 8
Di tempat kosnya, Raya menerima titipan surat dari Pak Satpam kossannya itu. Saat dilihat bagian depan surat itu, ternyata dari Ibunya, dengan ke tak peduliannya Raya segera menyimpan surat tersebut kedalam tasnya.
Angga  : “Surat dari siapa, Ray? Dari pembantu kamu tercinta ya?”
Raya    : “Sok tau banget!”
Angga  : “Yasudah tuh sana siap siap.”
Raya    : “siap siap untuk apa?”
Angga  : “itu kata Siti, katanya ada pelajaran tambahan sejam lagi. Sudah sana mandi. Bau apek lama lama kamu ini”
Raya    : “huu enak aja. Kamu kali, bau kuli!”
Angga  : “sudah sudah sana! Entar aku bawa embernya kesini nih, dan siramin ke badan kamu semuanya biar masuk angin”
Raya    : “ogah ah, aku bisa mandi sendiri, wlee.. “

Babak 9
Sudah hampir 2 tahun Raya menetap di Yogya, Raya pulang bersama Siti untuk menjenguk keluarganya masing masing. Tapi sebelumnya Raya mengajak Siti untuk berkunjung ke rumahnya, Ia mengetuk pintu lumayan lama tapi tidak ada yang membukakan pintu untuknya. Datanglah Yogi, tetangga Raya.

Yogi     : “Hey, Raya! Kamu kemana aja?  Udah lama ngga ketemu yah!” (menjabat tangan)
Raya    : “Iya nih aku baru pulang dari Yogya. Oh iya ini temen aku, Siti. Siti, ini Yogi.”
Siti       : “Siti.” (berjabat)
Yogi     : “Yogi. Oh iya kamu ngapain disini, Ray?”
Raya    : “Aku mau jenguk ibu nih. Kamu tahu ngga ibu kemana?”
Yogi     : “Kamu ngga tau?”
Raya    : “Tau apa?”
Yogi     : “loh?! Gimana sih?! Ibu kamu kan udah meninggal setahun yang lalu.”
Raya    : “Hoah? Bercanda kamu. Terus Kak Taufik kemana? Kok dia ngga kasih kabar ke aku?”
            Terbersit rasa sedih di wajahnya, tapi sayang rasa kecewa terhadap Ibunya yang cacat itu telah begitu besar, sehingga menutup hatinya untuk bersedih dan dia pun tetap belum bisa memaafkan kekurangan ibu nya yang selalu membuat ia malu dengan kekurangannya itu.
Yogi     : “hm.. Katanya kakakmu itu sedang merantau ke Sumatera. Aku juga ngga tahu bagaimana kabar dia disana. Dan dia menitipkan kunci rumah ini padaku. Nih, untung aku sempet ketemu kalian sekarang, jadi kalian ngga akan tunggu lama. Yaudah aku duluan yah!”

Yogi bergerak pergi. Raya terdiam, dan Siti juga begitu. Jadi mereka berdua terdiam. Raya tidak tau harus melakukan tindakan seperti apa. Apakah menangis? Menangis dengan jeritan? Menangis penuh penyesalan? Menangis dengan aliran ingus yang deras? Menangis sembari berguling guling diiringi teriakan ironis? atau berjingkrak jingkrak dan berteriak bahagia? Membuat syukuran? Menyembelih Sapi? Membuat standing party dirumahnya? Atau biasa saja? Ia bingung, hingga sepertinya Ia memilih untuk diam. Tetapi Siti segera membuka keheningan tersebut.
Siti       : “Heh Raya! Kok kamu sampai ngga tahu keadaan ibu kamu sih?”
Raya    : “Aku emang beneran ngga tau, Sit”
Siti       : “Hah?! Bukannya kamu selalu mendapatkan kabar Keluargamu dari Bandung yah?”

Raya teringat sesuatu, ia tiba tiba panik dan mengeluarkan seluruh isi tas nya sehingga barang-barangnya keluar berserakan di lantai, tetapi hanya satu yang ia tuju. Surat yang waktu itu dikirimkan dari ibunya selagi Ia masih di bandung 1 tahun lebih yang lalu. Surat itu terlihat lusuh dan kotor. Banyak bentuk abstrak tinta yang tak indah, yang sepertinya terkena tinta pulpen yang bocor. Dengan tergesa gesa, Ia membuka amplop yang berisi surat tersebut.

Setelah membaca surat tersebut, Raya kembali terdiam. Siti kebingungan. Menunggu respone positif, minimal pergerakan saja yang bisa dilakukan sahabatnya itu. Ia takut sahabat kesayangannya itu terkena serangan jantung atau stroke secara tiba tiba. Akhirnya Raya bergerak, yang gerakan itu merupakan pergerakan mengambil nafas. Nafas yang berat. Lama lama, tubuh Raya berguncang, dan lama lama terdengar suara tangis seorang wanita dewasa yang memilukan, itu membuat Siti ngeri. Siti segera merangkul sahabatnya itu, dia makin panik, karena tidak tahu akan apa yang terjadi. Ia melakukan apa saja yang bisa ia lakukan. Raya mendekap kedalam tubuhnya. Siti merinding, tapi ia maklumi, ia hanya diam dan berusaha merangkul balik sahabatnya itu. Akhirnya Raya berhenti menangis, tetapi tetap sesenggukan, Raya mulai membuka pembicaraan. Kalimat yang benar benar tidak diduga sebelumnya.

Raya    : “Sebenarnya pembantu yang aku ceritakan ke kamu dan ke Angga, itu… itu… ITU IBU AKU”
Siti       : “HOAH?!!! Apa?! Apa itu benar?! Keterlaluan kamu Ray! Ah. Aku kecewa sama kamu. Aku bingung. Bagaimana pun ini semua sudah terlambat, Ray. Selanjutnya langkah seperti apa yang akan kamu lakukan untuk memperbaiki semua tindakan kamu itu?! Hiks.. Rasanya aku ingin menangis. Aku bisa merasakan, bagaimana sakitnya hati Ibu kamu itu Ray! Hatinya pasti selalu tersakiti! Dia dihina! Di caci! Di maki! Dan itu oleh kamu Ray! Anaknya! Kamu itu anaknya! Apa yang kamu pikirkan selama ini!? Dan matamu itu! Matamu itu mata ibu mu Ray! Mau disimpan di surga yang mana Ray kalau kamu bertingkah seperti itu?! Ya Allah Gustiii! Raya! Seharusnya kamu … “
Raya    : “sudah sit cukup! Aku memang salah karena baru menyesal sekarang. Aku menyesal kenapa aku baru mengingat hal itu!? Sama sekali tak terpikirkan olehku untuk membalas segala kasih sayang yang telah ia berikan! Aku sudah terlanjur malu olehnya saat itu! Bantu aku Sit! Bantu aku!” (Raya mengguncang guncang tubuh Siti)
Siti       : “lepaskan aku! (sembari mendorong Raya). Eh eh, (menarik Raya kembali), maaf Raya. Aku tidak bisa membantu untuk hal seperti ini. Tetapi aku mungkin bisa memberikan beberapa langkah yang mungkin bisa engkau lakukan, yaitu meminta mohon kepada Allah. Rajin rajin lah beribadah, solat dan lain lain. Doa kan selalu ibumu. Ikuti pesan pesan yang pernah ibumu perintahkan, cari kakak mu. Minta maaflah juga kepada dia. Kamu bisa lebih tenang jika kamu kembali hidup bersama kakakmu. Kakakmu juga pasti sangat sayang kepadamu Ray. Dia bisa menyalurkan kasih sayang Ibumu kepadamu ray. Hanya itu bantuanku secara lisan Ray. Ingat itu! Nih tisu! Serap ingusmu dengan tisu ini”
Raya    : “oouhh Siti, kamu sangat baik kepadaku. Tidak salah aku punya sahabat sebaik kamu. Berikan tisunya” *Raya membuang ingus tersebut di tisu yang diberikan oleh Siti.

EPILOG



Raya menyesal akan perbuatannya, dia berusaha mencari cari keberadaan kakaknya sekarang dimana. Yang pada akhirnya, Raya dan kakaknya dapat dipersatukan kembali. Dia bahagia karena bisa bertemu lagi dengan kakaknya. Tetapi tetap saja, masih ada tanggungan yang harus ia lakukan. Masih ada yang mengganjal di hatinya. Di pikirannya masih terbayangkan dan tergambarkan sosok ibunya yang sekarang begitu ia rindukan keberadaannya. Keadaan berbalik. Tetapi keadaan itu datang setelah penyesalan mendatangi dirinya

Cerita selesai. Raya bangkit. Siti juga bangkit dari jongkoknya. Semua pemain berkumpul. Semua nya mengucapkan Terima Kasih telah menyaksikan! Woohoo!





Tokoh
RAYA SYAVITRI                   = durhaka, cuek, tidak perduli akan keadaan sekitar
HANNY FEBRIANI (IBU)      = penyabar, penyayang
Taufik hernadianto      = tegas, sabar, simple
Siti arumiati                      = baik, simple, dramatis
m. taufiq umardi             = penghibur, periang
Angga handika                = usil, jenaka
Yogi senjaya                     = santai, baik

0 Pandangan:

Posting Komentar