“SEMUA MAKHLUK BERASAL DARI TUHAN DAN AKAN KEMBALI LAGI KEPADA TUHAN”. SYEKH AL-AKBAR, IBNU ARABI
Ya kita sesungguhnya milik Allah.
Pada akhirnya, kita pun akan kembali kepada-Nya. Namun, apakah kita akan
kembali berbentuk sebagai manusia atau tidak? Inilah sebuah pertanyaan besar
yang sulit sekali terjawab. Sebab hal ini sangat terkait dengan amal perbuatan
yang sifatnya abstrak. Jika amal kita baik, maka kita pun akan kembali kepada Allah
sebagai manusia seutuhnya. Sebaliknya, jika amal kita buruk, kita-syahdan-akan
menemui Allah dalam keadaan yang sungguh mengerikan; ada yang berbentuk
seperti monyet, babi, anjing dan sebagainya.
Bagi Allah, hal ini sangatlah
mudah. Bahkan, manusia dengan tingkat spritualitas yang tinggi pun sebenarnya
sudah mampu melakukannya. Artinya, ia sudah bisa melihat bentuk manusia atau
binatang yang terbungkus manusia? Mereka adalah orang yang terbuka mata
batinnya untuk bisa mengungkap hal-hal yang tak terlihat oleh kebanyakan orang.
Allah berfirman dalam surat Qaff: 22, “Maka Kami singkapkan dari
kamu tirai kamu, dan pandanganmu tiba-tiba menjadi sangat tajam”.
Orang yang punya kedekatan yang
sangat kuat dengan Allah, akan terbuka mata batinnya. Pandangannya semakin
tajam untuk bisa melihat wujud asli manusia, yaitu wujud jiwanya yang merupakan
jelmaan amalnya sendiri. Hanya saja, sangat sedikit sekali orang yang memiliki
kemampuan ini.
Alkisah ada seorang sufi yang
selama 40 hari berkhalwat(?) di rumah saja. Selama itu ia tidak pernah melihat,
mendengar atau melakukan hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Yang dilakukannya
hanya beribadah kepada-Nya: puasa syariat, tarekat dan hakikat. Ia bukan saja
mengurangi makan, tetapi juga tidak berbicara dengan manusia sedikit pun. Ia
juga tidak pernah keluar kamar ibadahnya. Hatinya disibukkan hanya dengan
mengenang Asma Allah, sehingga daya khayalnya dipusatkan ke alam malakut(?).
Suatu kali, ia keluar dari
khalwatnya. Ia keluar rumah. Betapa kagetnya ia karena yang dilihatnya ternyata
binatang-binatang yang berseliweran. Di depan matanya. Ia merasa aneh dan ngeri dengan
pemandangan itu. Ia pun berdoa kepada Allah agar kemampuan mata batinnya itu
dihilangkan lagi dan menjadi manusia biasa saja.
Doanya dikabulkan Allah, dan
pandangan mata batinnya menjadi normal kembali, tidak setajam sebelumnya.
Dari kisah ini, Nampak bahwa
sebenarnya banyak sekali diantara kita yang kalau dilihat dengan mata batin
yang sangat kuat, sebenarnya adalah perwujudan dari binatang. Indah perwujudan
dari amal kita yang sebenarnya.
Imam Ja’far pernah
memperlihatkan fenomena ini kepada Abul Bashir saat thawaf. Konon,
saat melakukan thawaf mereka melihat banyak binatang sedang mengelilingi
Ka’bah. Padahal yang berputar-putar itu sebenarnya manusia, tapi ia melihatnya
seperti binatang. Kembali lagi, yang dilihat sang sufi itu adalah perwujudan
kondisi manusia yang banyak berbuat dosa yang sebenarnya. Sedang yang berbentuk
manusia dilihatnya seperti kilatan cahaya.
Di akhirat, kondisi seperti itu
benar-benar akan terjadi. Artinya orang yang selama hidup di dunia banyak
digunakan untuk berbuat dosa, maka Allah akan menyerupakan wujud mereka dalam
bentuk yang mengerikan, ada yang seperti monyet, babi, anjing, dan sebagainya.
Inilah jelmaan amal yang sesungguhnya, kita tengok saja bunyi hadits berikut
ini:
“Suatu hari Muadz bin Jabal duduk di dekat Nabi SAW di
rumah Ayyub Al-Anshari. Muadz bertanya, ‘Ya Rasulullah, apa yang dimaksud
dengan ayat, “Pada hari ditiupkan sangkakala dan kalian datang dalam
bergolongan-golongan?” (QS. An-Naba : 18). Beliau menjawab, ‘Hai muadz, kamu
telah bertanya tentang sesuatu yang berat.’ Beliau memandang jauh seraya
berkata, ‘Umatku akan dibangkitkan menjadi sepuluh golongan. Tuhan memilahkan
mereka dari kaum muslimin dan mengubah bentuk mereka, sebagian lagi berbentuk
babi, sebagian lagi berjalan terbalik dengan kaki di atas dan muka di bawah
lalu diseret-seret, sebagian lagi buta merayap-rayap, sebagian lagi tuli,
bisu, tidak berpikir, sebagian lagi menjulurkan lidahnya yang mengeluarkan
cairan yang menjijikan semua orang, sebagian lagi mempunyai kaki dan tangan
yang terpotong, sebagian lagi disalibkan kepada tonggak-tonggak api. Sebagian
lagi punya bau yang lebih menyengat dari bangkai, sebagian lagi memakai jubah
tebal, sebagian lagi menyukai jubah ketat yang mengoyak-ngoyakan kulitnya."
Adapun orang yang berbentuk
monyet adalah para penyebar fitnah yang memecah belah masyarakat. Yang
berbentuk babi adalah pemakan harta haram (layaknya korupsi). Yang kepalanya
terbalik adalah pemakan harta riba’, yang buta adalah penguasa zalim. Yang buta
dan tuli adalah orang yang takjub dengan amalannya sendiri. Yang menjulurkan
lidahnya dengan sangat menjijikan adalah para ulama atau hakim yang
perbuatannya bertentangan dengan omongannya. Yang dipotong kaki dan tangannya
adalah orang yang menyakiti tetangga. Yang disalibkan kepada tonggak api adalah
para pembisik penguasa yang menjelekkan manusia yang lain. Yang baunya lebih
menyengat dari bangkai adalah yang mengejar kesenangan jasmaniah dan tidak membayar
kan hak Allah dalam hartanya. Yang dicekik oleh pakaiannya sendiri adalah orang
yang sombong dan takabur.
Dari hadits di atas Nampak bahwa
kondisi kita diakhirat itu sangat mengerikan. Ingin kah kita seperti itu? Jika
tidak, Beribadah lah kepala Allah dan beramal shaleh
kepada sesama, agar amal kita sendiri menjelma menjadi manusia yang sebenarnya
seperti yang kita lihat saat di dunia.
Saat memimpin jamaah untuk umrah, Kang
Js. Lal –panggilan akrab Dr. Jalaludin Rahmat –pernah mendengar salah
seorang Jamaahnya berdoa di depan Ka’bah demikian, “Tuhan kembalikan aku
kepada-Mu sebagaimana Engkau dahulu menurunkan aku ke dunia.
Jika aku dahulu turun sebagai
manusia kembalikan aku sebagai manusia lagi!” Ini artinya apa? Jamaah itu
menyadari bahwa di akhirat nanti kondisinya akan berbeda dengan sekarang, bisa
jadi saat kembali ke alam yang sebenarnya itu kondisinya akan berbeda, tidak
lagi sebagai manusia yang sesungguhnya. Karena itu ia berdoa sedemikian
khusyuknya kepada Allah.
Menurut Al-Ghazali, kita
ini mempunyai 2 macam mata: mata lahir (bushar), dan mata batin (bashirah). Dengan
mata lahir kita, yang sebenarnya terlihat hanyalah penampakkan dari bentuk kita
saja. Ia bukan jati diri kita. Ia hanya bayang-bayang dari diri kita.
Dengan bashirah, kita
bisa melihat diri kita yang sebenarnya. Yang dilihat bashirah, itulah
jelmaan amal kita. Dengan wujud itulah kita kembali kepada Allah. Dengan wujud
itu juga kita akan dibangkitkan. Bila Al-Ghazali menyebut wujud ruhaniah ini
sebagai akhlak, Al-Qur’an menyebutnya sebagai hati yang sakit atau bahkan hati
yang mati, “Kemudian keraslah hati
mereka sesudah itu, seperti bebatuan bahkan lebih keras dari itu.” (QS.
Al-Baqarah : 74)
Menurut Kang Jahlal, manusia
memiliki potensi yang luar biasa untuk menjadi apa saja, dari binatang yang
paling rendah sampai kepada malaikat yang didekatkan kepada Allah. Jika kita
selalu mengecoh, menipu, memperdayai orang, wujud kita akan menjadi monyet.
Jika target kita adalah kenikmatan lahiriah –makan, minum, dan seks, maka wujud
kita yang hakiki adalah babi. Jika kita bekerja sebagai pemimpin perusahaan,
Negara, organisasi, atau apa saja, lalu kita terbiasa merampas hak bawahan
kita, menindas mereka, dan memperkaya diri di atas keringat dan darah mereka,
wujud kita yang sebenarnya adalah anjing atau binatang lainnya.
Makadari itu, orang yang memiliki
wajah yang cantik atau ganteng, janganlah terlalu berbangga diri. Bisa jadi,
wujud yang sebenarnya adalah binatang. Sebab, amal perbuatan yang sangat baik dan sangat buruk lah wajah yang sebenarnya.
Sebaliknya orang yang berwajah jelek
janganlah berkeciil hati. Bisa jadi bentuk wajah yang sesungguhnya adalah
rupawan karena amal perbuatannya sangat baik di mata Allah.
Sebab itu, berbahagialah orang
yang memiliki wajah dan hati yang rupawan sekaligus. Tidak saja enak dipandang
mata saat ada di dunia, tetapi juga enak dipandang mata saat berada di akhirat
kelak. SubhanAllah!
(sumber majalah Hidayah/pelbagai
sumber) Eep khunaefi
0 Pandangan:
Posting Komentar