11.10.12


“SEMUA MAKHLUK BERASAL DARI TUHAN DAN AKAN KEMBALI LAGI KEPADA TUHAN”. SYEKH AL-AKBAR, IBNU ARABI

Ya kita sesungguhnya milik Allah. Pada akhirnya, kita pun akan kembali kepada-Nya. Namun, apakah kita akan kembali berbentuk sebagai manusia atau tidak? Inilah sebuah pertanyaan besar yang sulit sekali terjawab. Sebab hal ini sangat terkait dengan amal perbuatan yang sifatnya abstrak. Jika amal kita baik, maka kita pun akan kembali kepada Allah sebagai manusia seutuhnya. Sebaliknya, jika amal kita buruk, kita-syahdan-akan menemui Allah dalam keadaan yang sungguh mengerikan; ada yang berbentuk seperti  monyet, babi, anjing dan sebagainya.

Bagi Allah, hal ini sangatlah mudah. Bahkan, manusia dengan tingkat spritualitas yang tinggi pun sebenarnya sudah mampu melakukannya. Artinya, ia sudah bisa melihat bentuk manusia atau binatang yang terbungkus manusia? Mereka adalah orang yang terbuka mata batinnya untuk bisa mengungkap hal-hal yang tak terlihat oleh kebanyakan orang. Allah berfirman dalam surat Qaff: 22, “Maka Kami singkapkan dari kamu tirai kamu, dan pandanganmu tiba-tiba menjadi sangat tajam”.

Orang yang punya kedekatan yang sangat kuat dengan Allah, akan terbuka mata batinnya. Pandangannya semakin tajam untuk bisa melihat wujud asli manusia, yaitu wujud jiwanya yang merupakan jelmaan amalnya sendiri. Hanya saja, sangat sedikit sekali orang yang memiliki kemampuan ini.

Alkisah ada seorang sufi yang selama 40 hari berkhalwat(?) di rumah saja. Selama itu ia tidak pernah melihat, mendengar atau melakukan hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Yang dilakukannya hanya beribadah kepada-Nya: puasa syariat, tarekat dan hakikat. Ia bukan saja mengurangi makan, tetapi juga tidak berbicara dengan manusia sedikit pun. Ia juga tidak pernah keluar kamar ibadahnya. Hatinya disibukkan hanya dengan mengenang Asma Allah, sehingga daya khayalnya dipusatkan ke alam malakut(?).

Suatu kali, ia keluar dari khalwatnya. Ia keluar rumah. Betapa kagetnya ia karena yang dilihatnya ternyata binatang-binatang yang berseliweran. Di depan matanya. Ia merasa aneh dan ngeri dengan pemandangan itu. Ia pun berdoa kepada Allah agar kemampuan mata batinnya itu dihilangkan lagi dan menjadi manusia biasa saja.

Doanya dikabulkan Allah, dan pandangan mata batinnya menjadi normal kembali, tidak setajam sebelumnya.
Dari kisah ini, Nampak bahwa sebenarnya banyak sekali diantara kita yang kalau dilihat dengan mata batin yang sangat kuat, sebenarnya adalah perwujudan dari binatang. Indah perwujudan dari amal kita yang sebenarnya.

Imam Ja’far pernah memperlihatkan fenomena ini kepada Abul Bashir saat thawaf. Konon, saat melakukan thawaf mereka melihat banyak binatang sedang mengelilingi Ka’bah. Padahal yang berputar-putar itu sebenarnya manusia, tapi ia melihatnya seperti binatang. Kembali lagi, yang dilihat sang sufi itu adalah perwujudan kondisi manusia yang banyak berbuat dosa yang sebenarnya. Sedang yang berbentuk manusia dilihatnya seperti kilatan cahaya.

Di akhirat, kondisi seperti itu benar-benar akan terjadi. Artinya orang yang selama hidup di dunia banyak digunakan untuk berbuat dosa, maka Allah akan menyerupakan wujud mereka dalam bentuk yang mengerikan, ada yang seperti monyet, babi, anjing, dan sebagainya. Inilah jelmaan amal yang sesungguhnya, kita tengok saja bunyi hadits berikut ini:

“Suatu hari Muadz bin Jabal duduk di dekat Nabi SAW di rumah Ayyub Al-Anshari. Muadz bertanya, ‘Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan ayat, “Pada hari ditiupkan sangkakala dan kalian datang dalam bergolongan-golongan?” (QS. An-Naba : 18). Beliau menjawab, ‘Hai muadz, kamu telah bertanya tentang sesuatu yang berat.’ Beliau memandang jauh seraya berkata, ‘Umatku akan dibangkitkan menjadi sepuluh golongan. Tuhan memilahkan mereka dari kaum muslimin dan mengubah bentuk mereka, sebagian lagi berbentuk babi, sebagian lagi berjalan terbalik dengan kaki di atas dan muka di bawah lalu diseret-seret, sebagian lagi buta merayap-rayap, sebagian lagi tuli, bisu, tidak berpikir, sebagian lagi menjulurkan lidahnya yang mengeluarkan cairan yang menjijikan semua orang, sebagian lagi mempunyai kaki dan tangan yang terpotong, sebagian lagi disalibkan kepada tonggak-tonggak api. Sebagian lagi punya bau yang lebih menyengat dari bangkai, sebagian lagi memakai jubah tebal, sebagian lagi menyukai jubah ketat yang mengoyak-ngoyakan kulitnya."

Adapun orang yang berbentuk monyet adalah para penyebar fitnah yang memecah belah masyarakat. Yang berbentuk babi adalah pemakan harta haram (layaknya korupsi). Yang kepalanya terbalik adalah pemakan harta riba’, yang buta adalah penguasa zalim. Yang buta dan tuli adalah orang yang takjub dengan amalannya sendiri. Yang menjulurkan lidahnya dengan sangat menjijikan adalah para ulama atau hakim yang perbuatannya bertentangan dengan omongannya. Yang dipotong kaki dan tangannya adalah orang yang menyakiti tetangga. Yang disalibkan kepada tonggak api adalah para pembisik penguasa yang menjelekkan manusia yang lain. Yang baunya lebih menyengat dari bangkai adalah yang mengejar kesenangan jasmaniah dan tidak membayar kan hak Allah dalam hartanya. Yang dicekik oleh pakaiannya sendiri adalah orang yang sombong dan takabur.

Dari hadits di atas Nampak bahwa kondisi kita diakhirat itu sangat mengerikan. Ingin kah kita seperti itu? Jika tidak, Beribadah lah kepala Allah dan beramal shaleh kepada sesama, agar amal kita sendiri menjelma menjadi manusia yang sebenarnya seperti yang kita lihat saat di dunia.

Saat memimpin jamaah untuk umrah, Kang Js. Lal –panggilan akrab Dr. Jalaludin Rahmat –pernah mendengar salah seorang Jamaahnya berdoa di depan Ka’bah demikian, “Tuhan kembalikan aku kepada-Mu sebagaimana Engkau dahulu menurunkan aku ke dunia.

Jika aku dahulu turun sebagai manusia kembalikan aku sebagai manusia lagi!” Ini artinya apa? Jamaah itu menyadari bahwa di akhirat nanti kondisinya akan berbeda dengan sekarang, bisa jadi saat kembali ke alam yang sebenarnya itu kondisinya akan berbeda, tidak lagi sebagai manusia yang sesungguhnya. Karena itu ia berdoa sedemikian khusyuknya kepada Allah.

Menurut Al-Ghazali, kita ini mempunyai 2 macam mata: mata lahir (bushar), dan mata batin (bashirah). Dengan mata lahir kita, yang sebenarnya terlihat hanyalah penampakkan dari bentuk kita saja. Ia bukan jati diri kita. Ia hanya bayang-bayang dari diri kita. 

Dengan bashirah,  kita bisa melihat diri kita yang sebenarnya. Yang dilihat bashirah, itulah jelmaan amal kita. Dengan wujud itulah kita kembali kepada Allah. Dengan wujud itu juga kita akan dibangkitkan. Bila Al-Ghazali menyebut wujud ruhaniah ini sebagai akhlak, Al-Qur’an menyebutnya sebagai hati yang sakit atau bahkan hati yang mati, “Kemudian keraslah hati mereka sesudah itu, seperti bebatuan bahkan lebih keras dari itu.” (QS. Al-Baqarah : 74)

Menurut Kang Jahlal, manusia memiliki potensi yang luar biasa untuk menjadi apa saja, dari binatang yang paling rendah sampai kepada malaikat yang didekatkan kepada Allah. Jika kita selalu mengecoh, menipu, memperdayai orang, wujud kita akan menjadi monyet. Jika target kita adalah kenikmatan lahiriah –makan, minum, dan seks, maka wujud kita yang hakiki adalah babi. Jika kita bekerja sebagai pemimpin perusahaan, Negara, organisasi, atau apa saja, lalu kita terbiasa merampas hak bawahan kita, menindas mereka, dan memperkaya diri di atas keringat dan darah mereka, wujud kita yang sebenarnya adalah anjing atau binatang lainnya. 

Makadari itu, orang yang memiliki wajah yang cantik atau ganteng, janganlah terlalu berbangga diri. Bisa jadi, wujud yang sebenarnya adalah binatang. Sebab, amal perbuatan yang sangat baik dan sangat buruk lah wajah yang sebenarnya.

Sebaliknya orang yang berwajah jelek janganlah berkeciil hati. Bisa jadi bentuk wajah yang sesungguhnya adalah rupawan karena amal perbuatannya sangat baik di mata Allah.
Sebab itu, berbahagialah orang yang memiliki wajah dan hati yang rupawan sekaligus. Tidak saja enak dipandang mata saat ada di dunia, tetapi juga enak dipandang mata saat berada di akhirat kelak. SubhanAllah!

(sumber majalah Hidayah/pelbagai sumber) Eep khunaefi

0 Pandangan:

Posting Komentar